Selasa, 24 November 2009

Peta Wisata

Suku Baduy




Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu Suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, sekitar 46 km kearah Selatan dari kota Rangkasbitung (pintu masuk dari Utara Ciboleger Desa Bojongmenteng) dan untuk sampai Cibeo sebagai Pusat Pemerintahan ditempuh dengan jalan kaki sekitar 12 km. Sedangkan dari arah Timur (pintu masuk belakang melalui Pasar Karoya di Desa Kebon Cau Kecamatan Bojongmanik) jaraknya sekitar 22 km sampai dengan Cibeo akan melewati perkampungan – perkampungan Cijahe, Cisadane, Batubeulah, Cikadu, Cipiit, Ciranji, Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo.

Perjalanan ke arah Cibeo dari pintu utama, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

  1. Melalui jalan sebelah Utara (Ciboleger) Desa Bojongmenteng melewati perkampungan Kaduketug, Kadujangkung, Sorokokod, Batara, Cisaban dan Cibeo.



  2. Melalui jalan sebelah Timur (Ciboleger Desa Bojongmenteng) Kaduketug, Balingbing, Marengo, Gajeboh, Cihulu, Cipaler, Ciguha, Cibongkok dan Cibeo.



Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng - Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta; sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten.

Masyarakat Baduy yang menempati areal 5.101,85 Ha ini mengasingkan diri dari dunia luar dan dengan sengaja menolak (tidak terpengaruh) oleh masyarakat lainnya, dengan cara menjadikan daerahnya sebagai tempat suci (di Penembahan Arca Domas) dan keramat. Namun intensitas komunikasi mereka tidak terbatas, yang terjalin harmonis dengan masyarakat luar, melalui kunjungan.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka mampu secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang (ngahuma), menjual hasil kerajinan tangan khas Baduy, seperti Koja dan Jarog (tas yang terbuat dari kulit kayu Teureup); tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung serta golok/parang, juga berburu.

Masyarakat Baduy bagaikan sebuah negara yang tatanan hidupnya diatur oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu PUUN. PUUN bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh beberapa tokoh adat lainnya.

Sebagai tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku yang berjumlah 7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan upacara Seba kepada "Bapak Gede" (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan Camat Leuwidamar.

Pemukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan. Tempat yang paling rendah berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sehingga dapat dibayangkan bahwa rimba raya di sekitar pegunungan Kendeng merupakan kawasan yang kaya akan sumber mata air yang masih bebas polusi.

Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon-pohon besar, yang dekat dengan sumber mata air. Semak belukar yang hijau disekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang. Keheningan dan kedamaian kehidupan yang bersahaja.

Konsep terpenting dan menjadi inti perilaku masyarakat Baduy dengan agama Islam Sunda Wiwitan adalah kesederhanaan. Dengan peribahasa yang lazim diungkapkan, "Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung" yang artinya "panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung" . Sedangkan nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Baduy mengandung asas kekeluargaan dan gotong royong serta saling melindungi. Masalah kesejahteraan masyarakat (dengan parameter mereka) merupakan tanggung jawab bersama. Seperti ungkapan seorang tokoh adat di sana, "hirup eta kudu tutulung kanu butuh; kudu tatalang kanu susah; mere kanu boga; nganteur kanu sieun; ngoboran kanu poekeun" (hidup itu harus memberi pertolongan kepada yang membutuhkan; meminjamkan kepada yang tertimpa musibah; memberi kepada uang tak berpunya; mengantar orang yang sedang ketakutan dan memberi penerangan kepada orang yang sedang kegelapan). Disamping itu tugas hidup mereka diantaranya adalah untuk ngabaratapakeun - ngabaratanghikeun (menghayati dan mengamalkan ) titipan dari Adam Tunggal ; melalui upaya menjaga kelestarian lingkungan alamnya.

Masyarakat yang menempati Desa Kanekes ini terdiri dari dua kelompok sosial yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sedikit berbeda. Kelompok itu adalah kelompok masyarakat Baduy Dalam yang juga sering disebut Urang Tangtu/Urang Kajeroan/Urang Girang , menempati tiga kampung, yaitu Kampung Cikeusik, Kampung Cibeo dan Kampung Cikartawana. Baduy Dalam mempunyai tugas untuk bertapa dan ciri khas pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Sedangkan masyarakat Baduy Luar memiliki tugas untuk menjaga orang yang sedang bertapa (masyarakat Baduy Dalam) sekaligus membantu meneguhkan adat. Masyarakat Baduy Luar yang berciri khas dengan pakaian hitam dan ikat kepala hitam ini sudah sedikit lebih terbuka dengan sistem sosial dari luar sehingga sudah banyak yang mengenal dunia pendidikan.

Seba Baduy


Seba merupakan sebuah tradisi adat yang harus dilakukan setiap tahunnya bagi warga Baduy sebagai wujud nyata tanda kesetiaan dan dan ketaatan kepada Pemerintah RI yang dilaksanakan kepada penguasa Pemerintahan dimulai dari Bupati Lebak dan Gubernur Banten.

Seba itu sendiri dapat diartikan sebagai kunjungan resmi yang merupakan peristiwa dalam untaian adat masyarakat Baduy yang dilakukan seusai Kawalu dengan rangkaian acara secara terperinci serta persiapan yang matang disamping harus berpedoman pada Peraturan Adat dan orang yang berperan dalam melakukan Seba adalah kepercayaan Puun atas nama warganya memberikan laporan kepada Pemerintah sekaligus menjembatani komunikasi.

Misinya membawa amanat Puun, memberikan laporan selama 1 tahun didaerahnya, menyampaikan harapan dan menyerahkan hasil bumi dari tanaman ladang yang digarap.

Rombongan yang berangkat tidak ditentukan, tetapi harus Jaro sebagai orang kedua PUUN, Tokoh Adat Kajeroan, Tokoh Adat Panamping, Juru Bahasa, Tokoh Pemuda dengan maksud agar mengetahui tata caranya dan bisa menjadi generasi penerus dalam melanjutkan tradisi lelehur.

Dalam pelaksanaan Seba, kelompok Kaum Sepuh berperan sebagai pengamat jalannya upacara dan pada saat sedang berlangsung tidak berbasa – basi dalam penyampaian kata – kata tetapi tegas, terbuka, jujur, tepat dan jelas dari permasalahan daerahnya tidak menutupi yang buruk dan tidak memamerkan yang baik.

Sedangkan kelompok Pemuda, mempunyai kewajiban sebagai pengemban amanat pusaka untuk tidak menyimpang dari tujuan dan kelompok Tokoh Adat mengatur tata cara yang bertumpu kepada pakem, keharusan, larangan dan pantangan sejak berangkat dari daerahnya sampai ke tujuan.

Acara ini, juga merupakan forum silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah yang dipimpin JARO TANGGUNGAN DUABELAS sekaligus melaporkan situasi social kemasyarakatan, keamanan dan hasil pertanian serta keadaan lain yang terjadi selama setahun terakhir.

Usai acara ritual, JARO TANGGUNGAN DUABELAS didampingi sejumlah Petinggi Adat Baduy lainnya menyerahkan bingkisan (Kue Laksa) dan hasil pertanian lainnya.

Untuk pelaksanaan Seba ini, selain JARO TUJUH sebagai perwakilan masyarakat Baduy juga dihadiri oleh JARO WERGA sebagai Utusan Khusus PUUN dan JARO GOUVERMENT (Kepala Desa).

Dalam pelaksanaan Seba, dapat dibedakan antara lain :


  • Seba Gede yaitu apabila hasil panen yang diperoleh selama satu tahun tersebut sangat memuaskan, maka barang bawaan Seba dilakukan secara lengkap selain hasil – hasil pertanian, gula, pisang juga termasuk pelengkap dapur, yang disebut Perkara Olah diantaranya Kukusan Bambu, Kipas Bambu (Hihid), Centong Pangarih (Sendok Aronan), Dulang (tempat ngangi dari kayu) dan peserta relatif lebih banyak bisa mencapai sekitar 500 orang lebih yang terdiri dari warga Baduy Dalam dan Baduy Luar.



  • Apabila panen yang dihasilkan kurang memuaskan pelaksanaan Seba cukup dengan menyerahkan hasil – hasil pertanian tanpa dilengkapi dengan Perkara Olah dan peserta Seba relatif lebih sedikit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar