Rabu, 25 November 2009

Profil

Kondisi Ekonomi Kabupaten Lebak


Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai kondisi perkembangan ekonomi di suatu daerah. LPE berdasarkan data selama tahun 1997-2002 menunjukkan angka yang cukup fluktuatif. Struktur ekonomi Kabupaten Lebak sampai dengan tahun 2003 masih didominasi oleh sector pertanian dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 39,61 %. Sedangkan sektor dengan kontribusi terkecil terhadap PDRB adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar 0,48 %.

Perkembangan Struktur Ekonomi Kabupaten Lebak Tahun 1999-2003
No
Sektor
1999
2003
Perubahan
1
Pertanian
38,19
39,61
1,42
2
Pertambangan & Penggalian
0,84
1,26
0,42
3
Industri Pengolahan
9,63
9,41
- 0,22
4
Listrik, Gas & Air Minum
0,27
0,48
0,21
5
Bangunan / Kontruksi
4,17
3,77
- 0,4
6
Perdagangan, Hotel & Restaurant
25,56
22,21
- 3,35
7
Angkutan & Komunikasi
4,73
6,78
2,05
8
Bank & Lembaga Keuangan lainnya
3,69
4,94
1,25
9
Jasa – jasa
12,92
11,55
- 1,37

Sektor – Sektor Perekonomian Potensial

1. Tanaman Pangan

Lahan tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Lebak seluas 153.485 Ha. Luas lahan tersebut dimanfaatkan untuk sawah 43.097 Ha dan lahan darat/kering 110.388 Ha. Intensitas tanaman padi rata – rata baru mencapai 1,7 per tahun.

2. Perkebunan

Luas areal perkebunan di Kabupaten Lebak adalah 66.580,15 Ha atau sekitar 23,65 % dari luas wilayah Kabupaten Lebak, terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR) seluas 50.416,38 Ha, Perkebunan Besar Swasta (PBS) seluas 8.283,52 Ha dan Perkebunan Besar Negara (PTP) seluas 7.880,25 Ha.

Luas Areal & Produksi Perkebunan di Kabupaten Lebak
No
Komoditas
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
1
Karet
13.040,75
4.699,46
2
Kelapa Sawit
3.844,00
28.646,00
3
Kakoo
2.236,50
302,40
4
Kopi
1.309,00
367,72
5
Aren
1.499,00
1.030,98
6
Melinjo
1.679,00
1.256,00
7
Cengkeh
5.746,50
1.015,68
8
Kelapa Dalam
19.749,00
4.699,46
9
Kelapa Hybrida
794,88
83,09
10
Lada
453,00
19,56
11
Pardan
570,00
71,48

Jumlah
50.416,38
149.153,28

3. Peternakan

Luas lahan yang mempunyai kesesuaian pengembangan peternakan kira – kira 71,05 % dari luas Kabupaten Lebak atau seluas 263,949 Ha.

Populasi & Produksi Ternak di Kabupaten Lebak
No
Jenis Ternak
Populasi
Produksi Daging (kg)
1
Sapi Potong
736
82.368
2
Kerbau
47.719
484.536
3
Kambing
204.870
94.020
4
Domba
172.768
77.440
5
Ayam Buras
2.378.518
2.306.250
6
Ayam Pedaging
540.000
1.918.621
7
Itik
55.724
4.689

4. Perikanan

Potensi ikan laut di Kabupaten Lebak cukup besar, mengingat Kabupaten Lebak mempunyai panjang pantai sekitar 75 km. Potensi lestari perairan pantai dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebesar 10.557,24 ton per tahun yang terdiri dari potensi lestari perairan pantai sebesar 3.712,40 ton per tahun dan potensi ZEE sebesar 6.844,84 per tahun. Selain potensi ikan laut, potensi ikan air tawar di Kabupaten Lebak cukup besar. Lahan yang cocok untuk perkembangan ikan air tawar adalah lahan sawah seluas 14.000 Ha, kolam 500 Ha, tambak 301 Ha, waduk 174 Ha, rawa-rawa 123 Ha dan cekdam 29 Ha.

5. Industri

Jumlah unit usaha di Kabupaten Lebak pada tahun 2003 sebanyak 13.732 unit, yang terdiri dari industri kecil sebanyak 13.719 unit dan industri menengah atau besar sebanyak 13 unit.

Jumlah Beserta Sebaran Industri Kecil di Kabupaten Lebak Tahun 2003
Jumlah Industri Kecil
Jumlah Unit Industri
Lokasi
Gula aren / semut
2.595
Kec. Muncang, Leuwidamar, Bojongmanik, Cijaku, Panggarangan, Malingping, Gn Kencana, Cipanas
Emping melinjo
231
Kec. Warunggunung, Cikulur, Gn Kencana
Sale Pisang
2.746
Kec. Bayah
Anyaman pandan
3.800
Kec. Cikulur, Cileles, Banjarsari, Cijaku, Malingping, Bojongmanik
Anyaman bamboo
2.746
Kec. Sajira, Cibeber, Rangkasbitung, Cibadak
Anyaman koja
468
Kec. Leuwidamar
Pengrajin batubata/genteng
1.218
Kec. Cimarga, Rangkasbitung, Sajira, Malingping,, Warunggunung

6. Pertambangan

Kabupaten Lebak memiliki kekayaan bahan tambang yang cukup besar, baik dari segi jenis maupun kandungannya.

Potensi & Sebaran Kawasan Pertambangan Kabupaten Lebak
No
Bahan Tambang
Luas Penyebaran
Lokasi
1
Lempung
690.490 Ha
Bayah, Rangkasbitung, Warunggunung, Cimarga, Maja, Leuwidamar, Gn Kencana, Cileles, Banjarsari, Cijaku, Panggarangan, Cipanas
2
Bentonit
5.284 Ha
Maja, Citeras, Bojongmanik, Banjarsari
3
Kaolin
496,2 Ha
Cipanas, Muncang
4
Zeolit
2.679 Ha
Bayah, Panggarangan
5
Toseki – Feldspor
1.780 Ha
Cimarga, Cipanas
6
Batupasir Kuarsa
28.940 Ha
Cimarga, Cileles, Leuwidamar, Muncang, Banjarsari, Malingping, Panggarangan, Bayah
7
Batu Gamping
9.671 Ha
Cileles, Muncang, Leuwidamar, Cibeber, Bayah
8
Kalsit – Marmer
746,93 Ha
Cipanas, Muncang
9
Batu Sempur
14.830 Ha
Maja, Cimarga, Sajira, Muncang, Leuwidamar, Cipanas
10
Tras
18.840 Ha
Maja, Rangkasbitung, Banjarsari, Cileles, Gn Kencana, Cijaku, Bayah
11
Batubelah
2.191 Ha
Cimarga, Muncang, Bojongmanik, Cibeber, Bayah, Malingping
12
Sirtu
12.145,96 Ha
Rangkasbitung, Cibadak, Cikulur, Cileles, Cimarga, Sajira, Leuwidamar, Maja, Bayah, Malingping
13
Opal
3.297 Ha
Maja, Sajira
14
Batu pasir
16.478 Ha
Cileles, Banjarsari, Malingping, Cijaku, Bojongmanik, Bayah
15
Batubara
13.379.000 Ha
Bojongmanik, Bayah, Cimandiri
16
Emas – Perak

Bayah, Cibeber, Cipanas, Muncang, Gn Kencana

Kondisi Sarana dan Prasarana

1. Sarana dan Prasarana Transportasi

Pengembangan sistem transportasi di Kabupaten Lebak ditekankan pada pengembangan sistem transportasi darat. Sistem transportasi darat mencakup sarana dan prasarana jaringan jalan, terminal, angkutan umum dan kereta api.

2. Sarana dan Prasarana Jalan di Kabupaten Lebak

Panjang jalan Provinsi di Kabupaten Lebak adalah 302,87 km. Panjang jalan Kabupaten adalah 912,70 km, terdiri dari ruas – ruas jalan dalam kota Rangkasbitung sepanjang 32,20 km dan ruas jalan luar kota sepanjang 880,50 km. Panjang jalan desa di Kabupaten Lebak adalah 5.647,2 km, terdiri dari jalan tanah sepanjang 2.571,85 km dan jalan desa dengan kontruksi beraspal 3.075,35 km.

3. Sarana dan Prasarana Terminal dan Angkutan Umum

Terminal angkutan umum di Kabupaten Lebak berjumlah 18 unit, yang terdiri dari 5 buah terminal regional dan 13 buah terminal lokal.

Kondisi Terminal dan Jumlah Rute yang Dilayani
No
Terminal
Lokasi
Fungsi
Banyak Rute
Luas (M²)
Kondisi
1
Terminal Bus Mandala
Cibadak
Regional
23
10.200
Badan jalan rusak
2
Terminal Kalijaga
Rangkasbitung
Regional
21
4.857
Cukup
3
Terminal Malingping
Malingping
Regional
8
5.000
Rusak
4
Subterminal Bayah
Bayah
Regional
10
1.000
Baik
5
Subterminal Cikotok
Cibeber
Lokal
6
250
Cukup

4. Sarana dan Prasarana Kereta Api

Kabupaten Lebak dilalui jalur KA lintas Jakarta – Merak. KA yang melalui jalur ini merupakan KA penumpang juga KA khusus angkutan barang.

5. Sarana dan Prasarana Irigasi

Kabupaten Lebak merupakan daerah penyangga padi di Provinsi Banten, karena kawasan Banten Utara yang meliputi Serang, Cilegon dan Tangerang penggunaan lahannya banyak dialihkan menjadi lahan pemukiman dan industri. Oleh karena itu pengembangan pertanian padi diarahkan ke Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Sarana irigasi di Kabupaten Lebak terdiri dari 390 Daerah Irigasi (DI) yang dapat mengairi sawah seluas 52.463 Ha.

6. Sarana dan Prasarana Ketenagalistrikan

Pembangunan di Kabupaten Lebak tidak terlepas dari dukungan sarana prasarana energi listrik dalam upaya mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan.Kondisi ketenagalistrikan di Kabupaten Lebak sampai tahun 2003 adalah sebagai berikut : PT. PLN telah memasang sebanyak 91.174 sambungan yang dapat melayani sekitar 200.000 KK. Sambungan listrik ini telah menjangkau 278 desa / kelurahan dari 300 desa / kelurahan yang ada di Kabupaten Lebak.
Profil

Gambaran Umum Kabupaten Lebak


Kabupaten Lebak memiliki wilayah seluas 2.859,96 km² atau 285.996 Ha dan merupakan Kabupaten terluas di Provinsi Banten. Secara administrative, sebelah Utara Kabupaten Lebak berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Tangerang, sebelah Timur dengan Kabupaten Bogor dan Sukabumi, sebelah Barat dengan Kabupaten Pandeglang dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia. Luas laut yang menjadi kewenangan Kabupaten Lebak seluas 555,6 km² dengan panjang pantai ±75 km.


Secara geografis letak Kabupaten Lebak berada pada 105º25¢ - 106º30¢ BT dan 6º18¢ - 7º00¢ LS. Sedangkan keadaan topografi cukup bervariasi, yaitu berada pada ketinggian 0 – 1000 mdpl. Wilayah yang berada di ketinggian 0 – 200 mdpl terdapat di sepanjang pantai Selatan, wilayah dengan ketinggian 201 – 500 mdpl berada di Lebak Tengah, sedangkan wilayah yang berada pada ketinggian 501 – 1000 mdpl berada di Lebak Timur. Curah hujan rata – rata adalah 2000 – 4000 mm/thn. Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak di dominasi oleh perkebunan, hutan dan lahan kering.

Penggunaan Lahan di Kabupaten Lebak tahun 2003

Penggunaan Lahan Luas Lahan Persentase
Lahan Sawah 43.097 Ha 15,07 %
Lahan Darat/Kering 60.330 Ha 21,09 %
Lahan Perkebunan 67.608 Ha 23,64 %
Lahan Kehutanan 67.485 Ha 23,60 %
Lahan Hutan Rakyat 25.240 Ha 8,60 %
Pemukiman 22.078 Ha 7,72 %
Lahan Industri 158 Ha 0,05 %
Total 285.996 Ha 100,00 %
Profil

Sejarah Kabupaten Lebak


Kabupaten Lebak merupakan bagian asli dari wilayah Kesultanan Banten seperti halnya Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Pada tanggal 19 Maret 1813, kesultanan Banten dibagi 4 wilayah, yaitu :
  1. Banten Lor
  2. Banten Kulon
  3. Banten Tengah
  4. Banten Kidul

Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda tanggal 2 Desember 1828 Nomor 1 (Staatsblad Nomor 81 Tahun 1813) ditetapkan pembagian wilayah Keresidenan Banten menjadi 3 bagian, yaitu :
  1. Kabupaten Serang
  2. Kabupaten Lebak
  3. Kabupaten Caringin

Kabupaten Lebak memiliki batas-batas yang meliputi wilayah District dan Onderdistrict, yaitu :
  1. District Sajira yang terdiri dari Onderdistrict Ciangsa, Somang dan Sajira.
  2. District Lebak Parahiyang yang terdiri dari Onderdistrict Koncang dan Lebak Parahiyang.
  3. District Parungkujang yang terdiri dari Onderdistrict Parung Kujang dan Kosek.
  4. District Madhoor (Madur) yang terdiri dari Onderdistrict Binuangeun, Sawarna dan Madhoor.

Pada tanggal 31 Maret 1851 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 15 tanggal 17 Januari 1849, Ibu Kota Kabupaten Lebak yang saat itu berlokasi di Warunggunung dipindahkan ke Rangkasbitung. Pelaksanaan pemindahan secara resmi pada tanggal 31 Maret 1851. Ibu Kota sebelum di Warunggunung adalah di Lebak Parahiyang, Leuwidamar.

Wilayah Kabupaten Lebak berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Staatsblad Nomor 266 Tahun 1882) tanggal 29 Oktober 1882, dirubah menjadi :
  1. District Parungkujang meliputi Onderdistrict Parungkujang, Cileles, Kumpai dan Bojongmanik.
  2. District Rangkasbitung meliputi Onderdistrict Rangkasbitung, Kolelet Wetan, Warunggunung dan Cikulur.
  3. District Lebak meliputi Onderdistrict Lebak, Muncang, Cilaki dan Cikeuyeup.
  4. District Sajira meliputi Onderdistrict Sajira, Saijah, Candi dan Maja.
  5. District Cilangkahan meliputi Onderdistrict Cilangkahan, Cipalabuh, Cihara dan Bayah.

Penunjukkan Kabupaten Lebak sebagai Daerah Pemerintahan yang berdiri sendiri berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 14 Agustus 1925 (Staatsblad Nomor 381 Tahun 1925) dengan District Parungkujan, Rangkasbitung, Lebak Parahiyang dan Cilangkahan.

Hari jadi Kabupaten Lebak melalui keputusan DPRD Tingkat II Nomor 14/172.2/DII/SK/X/1986 yang memutuskan menerima dan menyetujui Hari Jadi Kabupaten Lebak tanggal 2 Desember 1828 berdasarkan Staatsblad Nomor 81 Tahun 1828 yang merupakan titik awal pembentukan 3 Kabupaten di Wilayah bekas Kesultanan Banten, dan nama Lebak mulai diabadikan menjadi nama Kabupaten.

Selasa, 24 November 2009

Peta Wisata
Pesona Kabupaten Lebak





Pengembangan potensi pariwisata dilaksanakan dengan memprioritaskan pada wisata bahari mengigat lebak memiliki panjang 75km yang berbatasan dengan samudera Indonesia . Alam pesisir pantai selatan yang indah dan masih” perawan” sangat menjanjikan masa depan yang cerah di sector pariwisata ini.

Potensi pariwisata ini diantaranya: Pantai Karang Taraje, Pulau Manuk, Pantai Sawarna dan Pantai Bagedur di Kecamatan Malingping serta pantai Karang Cibobos di Kecamatan panggarangan, selain itu juga di kembangkan berbagai wisata lainnya seperti


  1. Wisata sejarah yaitu situs Cibedug Kecamatan Cibeber, situs Kosala di Kecamatan Cipanas.



  2. Wisata budaya yaitu Pemukimn Baduy di Kecamatan Leuwidamar.



  3. Wisata alam berupa pemandian air panas di Kecamatan Cipanas dan Muncang, Gua dan Curug di Cikatomas, Kecamatan Bayah dan Gunung Kencana.



  4. Wisata tambang yaitu memamfaatkan lokasi pertambangan emas Cikotok sebagai tujuan wisata dan studi ilmiah



Objek - objek wisata yang ada di Kabupaten Lebak memiliki daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara karena keragaman jenis objek wisata. Pengembangan potensi pariwisata dilaksanakan dengan memprioritaskan pada wisata bahari mengigat lebak memiliki panjang 75km yang berbatasan dengan samudera Indonesia . Alam pesisir pantai selatan yang indah dan masih” perawan” sangat menjanjikan masa depan yang cerah di sector pariwisata ini. Potensi pariwisata ini diantaranya: Pantai Karang Taraje, Pulau Manuk, Pantai Sawarna dan Pantai Bagedur di Kecamatan Malingping serta pantai Karang Cibobos di Kecamatan panggarangan, selain itu juga di kembangkan berbagai wisata lainnya seperti :



  1. Wisata sejarah yaitu Situs Lebak Cibedug Kecamatan Cibeber.



  2. Wisata budaya yaitu Seba Baduy dengan masyarakat Baduy di Kecamatan Leuwidamar dan Seren Tahun Masyarakat Cisungsang di Kecamatan Cibeber.


Peta Wisata

Wisata Budaya Suku Baduy







Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu Suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, sekitar 46 km kearah Selatan dari kota Rangkasbitung (pintu masuk dari Utara Ciboleger Desa Bojongmenteng) dan untuk sampai Cibeo sebagai Pusat Pemerintahan ditempuh dengan jalan kaki sekitar 12 km. Sedangkan dari arah Timur (pintu masuk belakang melalui Pasar Karoya di Desa Kebon Cau Kecamatan Bojongmanik) jaraknya sekitar 22 km sampai dengan Cibeo akan melewati perkampungan – perkampungan Cijahe, Cisadane, Batubeulah, Cikadu, Cipiit, Ciranji, Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo.

Perjalanan ke arah Cibeo dari pintu utama, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :



  1. Melalui jalan sebelah Utara (Ciboleger) Desa Bojongmenteng melewati perkampungan Kaduketug, Kadujangkung, Sorokokod, Batara, Cisaban dan Cibeo.






  2. Melalui jalan sebelah Timur (Ciboleger Desa Bojongmenteng) Kaduketug, Balingbing, Marengo, Gajeboh, Cihulu, Cipaler, Ciguha, Cibongkok dan Cibeo.




Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng - Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta; sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten.

Masyarakat Baduy yang menempati areal 5.101,85 Ha ini mengasingkan diri dari dunia luar dan dengan sengaja menolak (tidak terpengaruh) oleh masyarakat lainnya, dengan cara menjadikan daerahnya sebagai tempat suci (di Penembahan Arca Domas) dan keramat. Namun intensitas komunikasi mereka tidak terbatas, yang terjalin harmonis dengan masyarakat luar, melalui kunjungan.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka mampu secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang (ngahuma), menjual hasil kerajinan tangan khas Baduy, seperti Koja dan Jarog (tas yang terbuat dari kulit kayu Teureup); tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung serta golok/parang, juga berburu.

Masyarakat Baduy bagaikan sebuah negara yang tatanan hidupnya diatur oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu PUUN. PUUN bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh beberapa tokoh adat lainnya.

Sebagai tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku yang berjumlah 7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan upacara Seba kepada "Bapak Gede" (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan Camat Leuwidamar.

Pemukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan. Tempat yang paling rendah berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sehingga dapat dibayangkan bahwa rimba raya di sekitar pegunungan Kendeng merupakan kawasan yang kaya akan sumber mata air yang masih bebas polusi.

Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon-pohon besar, yang dekat dengan sumber mata air. Semak belukar yang hijau disekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang. Keheningan dan kedamaian kehidupan yang bersahaja.

Konsep terpenting dan menjadi inti perilaku masyarakat Baduy dengan agama Islam Sunda Wiwitan adalah kesederhanaan. Dengan peribahasa yang lazim diungkapkan, "Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung" yang artinya "panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung" . Sedangkan nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Baduy mengandung asas kekeluargaan dan gotong royong serta saling melindungi. Masalah kesejahteraan masyarakat (dengan parameter mereka) merupakan tanggung jawab bersama. Seperti ungkapan seorang tokoh adat di sana, "hirup eta kudu tutulung kanu butuh; kudu tatalang kanu susah; mere kanu boga; nganteur kanu sieun; ngoboran kanu poekeun" (hidup itu harus memberi pertolongan kepada yang membutuhkan; meminjamkan kepada yang tertimpa musibah; memberi kepada uang tak berpunya; mengantar orang yang sedang ketakutan dan memberi penerangan kepada orang yang sedang kegelapan). Disamping itu tugas hidup mereka diantaranya adalah untuk ngabaratapakeun - ngabaratanghikeun (menghayati dan mengamalkan ) titipan dari Adam Tunggal ; melalui upaya menjaga kelestarian lingkungan alamnya.

Masyarakat yang menempati Desa Kanekes ini terdiri dari dua kelompok sosial yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sedikit berbeda. Kelompok itu adalah kelompok masyarakat Baduy Dalam yang juga sering disebut Urang Tangtu/Urang Kajeroan/Urang Girang , menempati tiga kampung, yaitu Kampung Cikeusik, Kampung Cibeo dan Kampung Cikartawana. Baduy Dalam mempunyai tugas untuk bertapa dan ciri khas pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Sedangkan masyarakat Baduy Luar memiliki tugas untuk menjaga orang yang sedang bertapa (masyarakat Baduy Dalam) sekaligus membantu meneguhkan adat. Masyarakat Baduy Luar yang berciri khas dengan pakaian hitam dan ikat kepala hitam ini sudah sedikit lebih terbuka dengan sistem sosial dari luar sehingga sudah banyak yang mengenal dunia pendidikan.

Seba Baduy 


Seba merupakan sebuah tradisi adat yang harus dilakukan setiap tahunnya bagi warga Baduy sebagai wujud nyata tanda kesetiaan dan dan ketaatan kepada Pemerintah RI yang dilaksanakan kepada penguasa Pemerintahan dimulai dari Bupati Lebak dan Gubernur Banten.

Seba itu sendiri dapat diartikan sebagai kunjungan resmi yang merupakan peristiwa dalam untaian adat masyarakat Baduy yang dilakukan seusai Kawalu dengan rangkaian acara secara terperinci serta persiapan yang matang disamping harus berpedoman pada Peraturan Adat dan orang yang berperan dalam melakukan Seba adalah kepercayaan Puun atas nama warganya memberikan laporan kepada Pemerintah sekaligus menjembatani komunikasi.

Misinya membawa amanat Puun, memberikan laporan selama 1 tahun didaerahnya, menyampaikan harapan dan menyerahkan hasil bumi dari tanaman ladang yang digarap.

Rombongan yang berangkat tidak ditentukan, tetapi harus Jaro sebagai orang kedua PUUN, Tokoh Adat Kajeroan, Tokoh Adat Panamping, Juru Bahasa, Tokoh Pemuda dengan maksud agar mengetahui tata caranya dan bisa menjadi generasi penerus dalam melanjutkan tradisi lelehur.

Dalam pelaksanaan Seba, kelompok Kaum Sepuh berperan sebagai pengamat jalannya upacara dan pada saat sedang berlangsung tidak berbasa – basi dalam penyampaian kata – kata tetapi tegas, terbuka, jujur, tepat dan jelas dari permasalahan daerahnya tidak menutupi yang buruk dan tidak memamerkan yang baik.

Sedangkan kelompok Pemuda, mempunyai kewajiban sebagai pengemban amanat pusaka untuk tidak menyimpang dari tujuan dan kelompok Tokoh Adat mengatur tata cara yang bertumpu kepada pakem, keharusan, larangan dan pantangan sejak berangkat dari daerahnya sampai ke tujuan.

Acara ini, juga merupakan forum silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah yang dipimpin JARO TANGGUNGAN DUABELAS sekaligus melaporkan situasi social kemasyarakatan, keamanan dan hasil pertanian serta keadaan lain yang terjadi selama setahun terakhir.

Usai acara ritual, JARO TANGGUNGAN DUABELAS didampingi sejumlah Petinggi Adat Baduy lainnya menyerahkan bingkisan (Kue Laksa) dan hasil pertanian lainnya.

Untuk pelaksanaan Seba ini, selain JARO TUJUH sebagai perwakilan masyarakat Baduy juga dihadiri oleh JARO WERGA sebagai Utusan Khusus PUUN dan JARO GOUVERMENT (Kepala Desa).

Dalam pelaksanaan Seba, dapat dibedakan antara lain :



  • Seba Gede yaitu apabila hasil panen yang diperoleh selama satu tahun tersebut sangat memuaskan, maka barang bawaan Seba dilakukan secara lengkap selain hasil – hasil pertanian, gula, pisang juga termasuk pelengkap dapur, yang disebut Perkara Olah diantaranya Kukusan Bambu, Kipas Bambu (Hihid), Centong Pangarih (Sendok Aronan), Dulang (tempat ngangi dari kayu) dan peserta relatif lebih banyak bisa mencapai sekitar 500 orang lebih yang terdiri dari warga Baduy Dalam dan Baduy Luar.





  • Apabila panen yang dihasilkan kurang memuaskan pelaksanaan Seba cukup dengan menyerahkan hasil – hasil pertanian tanpa dilengkapi dengan Perkara Olah dan peserta Seba relatif lebih sedikit.



Peta Wisata

Situs Lebak Sibedug




Secara geografis Desa Citorek Kecamatan Cibeber di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muncang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayah, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Panggarangan dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Sedangkan, lokasi Situs Lebak Sibedug menempati areal seluas kurang lebih 2 Ha terletak di lereng Gunung Pasir Manggu dengan orientasi Situs Timur – Barat yang berbatasan di sebelah Utara dengan Kali Cibedug, di sebelah Timur dengan Gunung Pasir Manggu, di sebelah Selatan dengan Kali Cibedug dan di sebelah Barat dengan Kali Cibedug dan Dusun Cibedug.

Untuk mencapai lokasi tersebut dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu :



  • Rangkasbitung – Citorek melalui Kec. Cipanas – Ciparasi Kec. Muncang kurang lebih 50 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.






  • Rangkasbitung – Cikotok – Warungbanten – Citorek Kec. Cibeber melalui Malingping – Bayah sekitar 170 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.




Secara umum dilingkungan Situs tersebut beriklim tropis penghujan dengan curah hujan rata – rata 4.000 – 6.000 mm / tahun dengan suhu berkisar 18º Celcius.

Masyarakat Dusun Sibedug Desa Citorek Kec. Cibeber mayoritas beragama Islam, namun adat istiadat yang berhubungan dengan religi dari zaman Pra Islam masih nampak melalui pemujaan berkaitan dengan masalah bercocok tanam.

Dalam kaitannya dengan kepercayaan atau mitos masyarakat sekarang, komplek bangunan di Situs Lebak Sibedug deanggap sebagai suatu bangunan kuno peninggalan nenek moyang yang sangat dikeramatkan, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesuburan dalam bercocok tanam dan pelepasan nadar (permohonan sesuatu).

Masyarakat setempat masih memegang teguh memegang adat istiadat yang diwariskan leluhur mereka dan diyakini bahwa arwah leluhur sebagai penghunu alam gaib yang mengendalikan kehidupan. Hal ini terlihat dari tata cara mereka memonon restu kepada leluhur sebelum penanaman padi dilaksanakan agar diberikan hasil panen yang melimpah atau dijauhkan dari hama penyakit.

Pelepasan nadar (permohonan sesuatu) yang berhubungan dengan nasib dan keberuntungan dilakukan oleh masyarakat melalui suatu upacara kecil (selamatan) yang dilaksanakan didalam salah satu halaman komplek bangunan Situs pada bagian susunan kelompok menhir yang diberi pagar dan atap.


Situs Lebak Sibedug 




Komplek bangunan Situs merupakan salah satu Monumen Tradisi Megalitik (Mega = besar, lithos = batu) dari masa Pra Hindu. Kompek bangunan pemujaan (keagamaan) ini dilihat secara umum berbentuk Punden Berundak (bangunan utama) dengan disertai beberapa menhir dan dolmen dalam pola mengelompok maupun tunggal.


Jenis bahan dasar Situs Lebak Sibedug menggunakan batuan Andesit yang cukup banyak dijumpai disekitar Situs yang terjadi sebagai akibat dari magma yang keluar dari perut bumi ketika terjadinya letusan gunung api yang menghasilkan 3 jenis batuan, yakni :
  • Krekel Silika (Bom) tersiri dari Obsidian, Opal dan Panitik
  • Tufa Andesit (debu gunung)
  • Flow Andesit / Andesit leleh (lahar) yang kemudian menjadi batuan Andesit setelah membeku (batuan beku)

Jalan masuk menuju Situs dari arah Barat melewati Trap (tangga masuk) sebanyak 33 tingkatan, pada bagian pintu masuk terdapat sebuah menhir berukuran besar dalam posisi tegak berdiri dan merupakan menhir yang terbesar dengan ukuran tinggi 235 cm dan berdiameter 336 cm.

Dilihat dari fungsi letak menhir ini, kemungkinan dimaksudkan sebagai penjaga / pelindung dimana bagian dalam Situs dibagi atas 3 bagian, yaitu :

Bagian Depan



  • Bagian depan bebentuk persegi panjang dengan menggunakan batuan Andesit sebagai bahan utamanya. Penataannya hanya menggunakan 2 lapis susunan batu dengan ukuran panjang 582 cm dengan lebar 395 cm.





  • Bagian depan ini, terdapat semacam teras yang menyatu dengan ruang utama bagian depan berukuran panjang 105 cm, lebar 104 cm terletak ke Utara sebelah kiri tangga masuk dan dibagian ini pula terdapat menhir roboh.




Bagian Tengah



  • Antara bagian depan dan bagian tengah dibatasi oleh gundukan tanah memanjang dari Utara ke Selatan dengan ukuran panjang 19,5 m dan tinggi gundukan tanah 1,30 m.





  • Untuk masuk kebagian ini melewati trap bersusun 3 dengan lebar 140 cm memotong gundukan tanah, sebelah kiri dan kanan bagian atas trap terdapat 2 menhir dalam posisi roboh.





  • Menhir sebelah kanan trap (tangga) panjangnya 118 cm berdiameter 117 cm dan menhir sebelah kiri trap (tangga) panjangnya 135 cm dan berdiameter 112 cm.




Dalam bagian tengah ini terdapat susunan batuan Andesit berbentuk segi empat dapat dibagi dalam 2 bagian :



  • Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dipahat membentuk persegi empat, tersusun satu tingkat dengan ukuran panjang 382 cm dan lebar 380 cm.





  • Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dibentuk oleh tangan manusia berbentuk persegi empat panjang, terdiri dari 3 tingkatan dengan ukuran :



    • Undakan I : Panjang = 1.445 cm ; Lebar = 864 cm
    • Undakan II : Panjang = 1.157 cm ; Lebar = 597 cm
    • Undakan III : Panjang = 171 cm ; Lebar = 161 cm

Bagian sisi kiri arah Selatan, terdapat susunan batu berbentu segi empat dimana setiap sisinya terdapat 4 buah menhir. Oleh masyarakat setempat dianggap keramat sehingga atas inisiatif mereka dibuatkan cungkup dan pagar pengaman terutam menhir yang terletak dibagian depan sisi kiri.

Keempat menhir tersebut, 3 diantaranya berbentuk bulat dalam posisi berdiri tegak sedangkan lainnya berbentuk persegi empat dalam posisi miring kearah barat.

Bagian Inti
Terletak dibagian belakang kearah Tenggara berbatasan dengan Kali Sibedug tersiri atas 3 bagian, yaitu :
Bagian depan (pelataran) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang dan memiliki 5 undakan. Dibagian kiri terdapat 5 buah menhir, 4 buah dalam posisi berdiri dan satu lainnya dalam posisi roboh.

Dibagian tengah sebelah Barat terdapat trap jalan menuju kepuncak berukuran 180 cm. Undakan berbentuk persegi empat berukuran panjang 11 m dan lebar 33,1 m.

Bagian tengah punden, terdiri dari 5 tingkatan (undak). Jalan menuju kebagian atas bangunan undakan tengah dapat dilalui dari 2 arah yaitu arah Barat dan arah Utara.

Dipuncak bangunan bagian tengah terdapat 3 buah menhir, 2 diantaranya roboh dan 1 berdiri dalam posisi agak miring ke Utara dan dolmen berjumlah 2 buah. 1 buah dolmen terletak ditengah dalam susunan batu yang berbentuk persegi empat panjang dan 1 buah dolmen terletak didepan menhir.

Tiap undakan memiliki :
  • Undakan I : Panjang = 43,6 m ; Lebar = 33,1 m
  • Undakan II : Panjang = 41,3 m ; Lebar = 30,8 m
  • Undakan III : Panjang = 34 m ; Lebar = 28,5 m
  • Undakan IV : Panjang = 34 m ; Lebar = 23,5 m
  • Undakan V : Panjang = 10 m ; Lebar = 23,5 m

Bagian atas (inti) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang memiliki 7 undakan, tiap undakan memiliki ukuran :
  • Undakan I : Panjang = 18 m ; Lebar = 18,3 m
  • Undakan II : Panjang = 16,3 m ; Lebar = 15,3 m
  • Undakan III : Panjang = 14 m ; Lebar = 13 m
  • Undakan IV : Panjang = 12 m ; Lebar = 11 m
  • Undakan V : Panjang = 9,5 m ; Lebar = 9 m
  • Undakan VI : Panjang = 7,4 m ; Lebar = 6,5 m
  • Undakan VII : Panjang = 5,3 m; Lebar = 4,4 m
Peta Wisata

Suku Baduy




Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu Suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, sekitar 46 km kearah Selatan dari kota Rangkasbitung (pintu masuk dari Utara Ciboleger Desa Bojongmenteng) dan untuk sampai Cibeo sebagai Pusat Pemerintahan ditempuh dengan jalan kaki sekitar 12 km. Sedangkan dari arah Timur (pintu masuk belakang melalui Pasar Karoya di Desa Kebon Cau Kecamatan Bojongmanik) jaraknya sekitar 22 km sampai dengan Cibeo akan melewati perkampungan – perkampungan Cijahe, Cisadane, Batubeulah, Cikadu, Cipiit, Ciranji, Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo.

Perjalanan ke arah Cibeo dari pintu utama, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

  1. Melalui jalan sebelah Utara (Ciboleger) Desa Bojongmenteng melewati perkampungan Kaduketug, Kadujangkung, Sorokokod, Batara, Cisaban dan Cibeo.



  2. Melalui jalan sebelah Timur (Ciboleger Desa Bojongmenteng) Kaduketug, Balingbing, Marengo, Gajeboh, Cihulu, Cipaler, Ciguha, Cibongkok dan Cibeo.



Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng - Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta; sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten.

Masyarakat Baduy yang menempati areal 5.101,85 Ha ini mengasingkan diri dari dunia luar dan dengan sengaja menolak (tidak terpengaruh) oleh masyarakat lainnya, dengan cara menjadikan daerahnya sebagai tempat suci (di Penembahan Arca Domas) dan keramat. Namun intensitas komunikasi mereka tidak terbatas, yang terjalin harmonis dengan masyarakat luar, melalui kunjungan.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka mampu secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang (ngahuma), menjual hasil kerajinan tangan khas Baduy, seperti Koja dan Jarog (tas yang terbuat dari kulit kayu Teureup); tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung serta golok/parang, juga berburu.

Masyarakat Baduy bagaikan sebuah negara yang tatanan hidupnya diatur oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu PUUN. PUUN bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh beberapa tokoh adat lainnya.

Sebagai tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku yang berjumlah 7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan upacara Seba kepada "Bapak Gede" (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan Camat Leuwidamar.

Pemukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan. Tempat yang paling rendah berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sehingga dapat dibayangkan bahwa rimba raya di sekitar pegunungan Kendeng merupakan kawasan yang kaya akan sumber mata air yang masih bebas polusi.

Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon-pohon besar, yang dekat dengan sumber mata air. Semak belukar yang hijau disekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang. Keheningan dan kedamaian kehidupan yang bersahaja.

Konsep terpenting dan menjadi inti perilaku masyarakat Baduy dengan agama Islam Sunda Wiwitan adalah kesederhanaan. Dengan peribahasa yang lazim diungkapkan, "Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung" yang artinya "panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung" . Sedangkan nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Baduy mengandung asas kekeluargaan dan gotong royong serta saling melindungi. Masalah kesejahteraan masyarakat (dengan parameter mereka) merupakan tanggung jawab bersama. Seperti ungkapan seorang tokoh adat di sana, "hirup eta kudu tutulung kanu butuh; kudu tatalang kanu susah; mere kanu boga; nganteur kanu sieun; ngoboran kanu poekeun" (hidup itu harus memberi pertolongan kepada yang membutuhkan; meminjamkan kepada yang tertimpa musibah; memberi kepada uang tak berpunya; mengantar orang yang sedang ketakutan dan memberi penerangan kepada orang yang sedang kegelapan). Disamping itu tugas hidup mereka diantaranya adalah untuk ngabaratapakeun - ngabaratanghikeun (menghayati dan mengamalkan ) titipan dari Adam Tunggal ; melalui upaya menjaga kelestarian lingkungan alamnya.

Masyarakat yang menempati Desa Kanekes ini terdiri dari dua kelompok sosial yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sedikit berbeda. Kelompok itu adalah kelompok masyarakat Baduy Dalam yang juga sering disebut Urang Tangtu/Urang Kajeroan/Urang Girang , menempati tiga kampung, yaitu Kampung Cikeusik, Kampung Cibeo dan Kampung Cikartawana. Baduy Dalam mempunyai tugas untuk bertapa dan ciri khas pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Sedangkan masyarakat Baduy Luar memiliki tugas untuk menjaga orang yang sedang bertapa (masyarakat Baduy Dalam) sekaligus membantu meneguhkan adat. Masyarakat Baduy Luar yang berciri khas dengan pakaian hitam dan ikat kepala hitam ini sudah sedikit lebih terbuka dengan sistem sosial dari luar sehingga sudah banyak yang mengenal dunia pendidikan.

Seba Baduy


Seba merupakan sebuah tradisi adat yang harus dilakukan setiap tahunnya bagi warga Baduy sebagai wujud nyata tanda kesetiaan dan dan ketaatan kepada Pemerintah RI yang dilaksanakan kepada penguasa Pemerintahan dimulai dari Bupati Lebak dan Gubernur Banten.

Seba itu sendiri dapat diartikan sebagai kunjungan resmi yang merupakan peristiwa dalam untaian adat masyarakat Baduy yang dilakukan seusai Kawalu dengan rangkaian acara secara terperinci serta persiapan yang matang disamping harus berpedoman pada Peraturan Adat dan orang yang berperan dalam melakukan Seba adalah kepercayaan Puun atas nama warganya memberikan laporan kepada Pemerintah sekaligus menjembatani komunikasi.

Misinya membawa amanat Puun, memberikan laporan selama 1 tahun didaerahnya, menyampaikan harapan dan menyerahkan hasil bumi dari tanaman ladang yang digarap.

Rombongan yang berangkat tidak ditentukan, tetapi harus Jaro sebagai orang kedua PUUN, Tokoh Adat Kajeroan, Tokoh Adat Panamping, Juru Bahasa, Tokoh Pemuda dengan maksud agar mengetahui tata caranya dan bisa menjadi generasi penerus dalam melanjutkan tradisi lelehur.

Dalam pelaksanaan Seba, kelompok Kaum Sepuh berperan sebagai pengamat jalannya upacara dan pada saat sedang berlangsung tidak berbasa – basi dalam penyampaian kata – kata tetapi tegas, terbuka, jujur, tepat dan jelas dari permasalahan daerahnya tidak menutupi yang buruk dan tidak memamerkan yang baik.

Sedangkan kelompok Pemuda, mempunyai kewajiban sebagai pengemban amanat pusaka untuk tidak menyimpang dari tujuan dan kelompok Tokoh Adat mengatur tata cara yang bertumpu kepada pakem, keharusan, larangan dan pantangan sejak berangkat dari daerahnya sampai ke tujuan.

Acara ini, juga merupakan forum silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah yang dipimpin JARO TANGGUNGAN DUABELAS sekaligus melaporkan situasi social kemasyarakatan, keamanan dan hasil pertanian serta keadaan lain yang terjadi selama setahun terakhir.

Usai acara ritual, JARO TANGGUNGAN DUABELAS didampingi sejumlah Petinggi Adat Baduy lainnya menyerahkan bingkisan (Kue Laksa) dan hasil pertanian lainnya.

Untuk pelaksanaan Seba ini, selain JARO TUJUH sebagai perwakilan masyarakat Baduy juga dihadiri oleh JARO WERGA sebagai Utusan Khusus PUUN dan JARO GOUVERMENT (Kepala Desa).

Dalam pelaksanaan Seba, dapat dibedakan antara lain :


  • Seba Gede yaitu apabila hasil panen yang diperoleh selama satu tahun tersebut sangat memuaskan, maka barang bawaan Seba dilakukan secara lengkap selain hasil – hasil pertanian, gula, pisang juga termasuk pelengkap dapur, yang disebut Perkara Olah diantaranya Kukusan Bambu, Kipas Bambu (Hihid), Centong Pangarih (Sendok Aronan), Dulang (tempat ngangi dari kayu) dan peserta relatif lebih banyak bisa mencapai sekitar 500 orang lebih yang terdiri dari warga Baduy Dalam dan Baduy Luar.



  • Apabila panen yang dihasilkan kurang memuaskan pelaksanaan Seba cukup dengan menyerahkan hasil – hasil pertanian tanpa dilengkapi dengan Perkara Olah dan peserta Seba relatif lebih sedikit.